Antara Ambisi dan Pengabdian

Sudah beberapa kali saya menemukan iklan yang menurut saya menggelitik. Sebuah iklan lembaga pendidikan, namun bukan lumrahnya iklan biasa. Ini bulan September. Bulan ketiga dalam tahun pelajaran. Bulan yang biasa diselenggarakan Penilaian Tengah Semester atau Mid Semester. Iklan tersebut menawarkan penerimaan peserta didik baru tahun pelajaran 2023/2024.

Saya kaget, heran dan tidak habis pikir. Mengapa tahun pelajaran 2022/2023 yang baru saja berjalan 3 bulan sudah dimulai penerimaan peserta didik baru (PPDB). Bukankah ini sebuah tindakan yang kurang mendidik. Saingan boleh, kompetisi boleh atau adu prestasi boleh, yang tidak boleh itu tanpa sportifitas.

Saya pernah ditegur guru kami Ust. H. Bunyamin Dachlan gara-gara menerima peserta didik SD di bulan Mei. Beliau mengingatkan: "Lembaga yang menyelenggarakan pendaftaran lebih awal adalah lembaga yang takut tidak dapat murid". 

Saya rasa memang benar, lembaga seperti ini adalah lembaga yang takut kehilangan "pelanggan". Beliau mencontohkan Gudeg Yu Djum yang ada di Yogyakarta. Rumah makan ini ada sejak 1950. Dulu Gudeg Yu Djum hanya sebuah warung kecil. Sekarang sudah menjadi rumah makan besar dengan beberapa cabang. Kedisiplinan rumah makan ini konon dulunya hanya menyediakan porsi tertentu, mungkin seratusan porsi, untuk setiap hari. Tidak kurang tidak lebih. 

Yu Djum tidak mengejar kuantitas, tapi mengejar kualitas. Setelah mengujinya dengan reliabelitas dan validitas dengan kualitas tertentu, selama bertahun-tahun, hingga puluhan tahun. Maka barulah mengejar kuantitas. Akhirnya Gudeg Yu Djum menjadi legenda.

Demikian guru kami mengajarkan untuk menjaga kualitas dulu, baru kemudian kuantitas. Mbah Arwani Amin pernah dawuh:
قليل قر خير من كثير فر
"Sitik ning mentes luwih apik tinimbang akeh ning gabug"
Sedikit tapi berisi lebih baik daripada banyak tapi kosong. Walaupun konteks dawuh beliau adalah hafalan Al-Quran, namun saya rasa ini berlaku pada manajemen pendidikan.

Bapak saya pernah bercerita, kiai zaman dulu membangun pondok itu ibarat datang burungnya baru membuat sangkarnya. Bukan membuat sangkar dulu, baru sibuk cari burungnya. Bisa jadi lembaga-lembaga yang membuka PPDB lebih dini ini sudah terlanjur membuat sangkar atau kandang, lalu panitia diributkan dengan mencari-cari burungnya.

Saya rasa ini tidak fair terutama bagi lembaga pendidikan negeri, terlebih yang lembaga yang di pelosok daerah. Peserta didik akan banyak tersedot oleh sekolah swasta. Lembaga negeri hanya menerima sisanya. Ini kemudian diistilahkan mencuri start. Apapun itu, tindakan mencuri adalah perbuatan yang tidak baik.

Saya khawatir di kemudian hari ini akan menjadi tradisi pendidikan. Lembaga pendidikan akan berlomba-lomba membuka PPDB lebih awal. Akhirnya Tahun Pelajaran Baru seperti membuka konvensi calon presiden tahun 2024. Panasnya bukan hanya di tahun pemilu. Setiap tahun menjadi tahun yang panas. Tidak ada lagi tahun politik. Orang disibukkan dengan wacana dan isu. Kemudian melupakan janji-janji politik. 

Bagi anda yang membaca tulisan ini, mari saya ajak tidak usah kesusu, tidak usah kemrungsu. Biarkan semua berjalan sesuai schedulenya. Sedangkan anda yang akan menitipkan anak anda. Carilah lembaga yang mementingkan kualitas daripada kuantitas. 

Percayalah nama besar tidak menjamin anak anda kan menjadi orang besar, atau minimal bermental besar. Lembaga mahal tidak akan menjamin anak anda menjadi orang kaya, atau bermental kaya. Pilih yang lembaga yang anda percaya anak menjadikan anak anda orang besar atau bermental besar dan orang kaya atau bermental kaya.

Yusuf Muhajir Ilallah
Kudus, 28 September 2022

Komentar